Monday, April 23, 2012

Impossible condition in possible world

Kalo kata kuling ini ga mungkin..

Mengharapkan sesuatu sesuai dengan keinginan kita. Saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang saat ini bekerja disebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang perkebunan. Tidak jarang saya keluar kota untuk melalukan perjalanan dinas yang memang menyita banyak waktu saya. Setiap hari saya juga disibukkan oleh tugas-tugas kantor yang memang menyita waktu sampai sore hari dan jika diperlukan saya akan lembur. Pada akhir pekan saya disibukkan oleh acara keluarga yang harus saya jalani mengingat kakak saya sudah memiliki keluarga dan adik saya masih terlalu kecil untuk membawa kendaraan, sehingga sayalah satu-satunya anak yang ditugaskan untuk menemani anggota keluarga saya pergi keluar jika memang diperlukan.

Egois memang jika melihat kegiatan saya selama satu minggu penuh, saya masih mempunyai keinginan untuk memiliki teman berbagi yang saya sebut dengan istilah pacar. Menginginkan seseorang untuk memperhatikan dan menjaga saya sementara saya tidak memiliki waktu untuk melakukan hal yang sebaliknya kepada pacar saya. Pacar juga manusia, dia pasti juga menginginkan hal yang sama, diperhatikan, dirindukan, dihargai dan diperhitungkan keberadaannya.

Orang-orang yang benar-benar mengenal saya sudah sangat mengerti dengan jalan fikiran saya yang lebih terkesan gila. Tetapi untuk mencari pacar yang mengerti tentang jalan fikiran saya, keinginan saya, tidak ada. Belum. Apalagi saat ini waktu saya benar-benar disita oleh pekerjaan yang menuntut loyalitas yang tinggi. Keluarga saya yang harus diperhatikan. Sehingga untuk memikirkan keinginan saya? Kekosongan yang saya rasakan selama ini, harus saya atasi sendiri karena tidak mungkin ada seseorang yang bisa menerima keadaan saya, dan memberi cinta sebesar yang saya butuhkan..

Solusi?

Untuk hal ini sepertinya belum ada. Saya belum menemukan cara untuk bisa menyeimbangkan perlakuan yang saya butuhkan dari seorang pacar dengan apa yang dapat saya berikan apabila saya mempunyai pacar. Intinya saya ingin menerima, tetapi belum bisa memberi. Ini memang terlihat sangat egois. Dan sepertinya tidak akan ada yang mengerti. Jika saya benar-benar ingin membahagiakan perasaan saya, maka bukan pacar yang harus saya cari, tetapi lebih kepada komitmen untuk membentuk sebuah keluarga baru. Sepertinya itulah jalan satu-satunya untuk mengisi kekosongan jiwa saya tanpa perlu menyakiti ataupun mengecewakan siapapun. Tetapi masalahnya adalah, saya masih terlalu muda untuk membangun sebuah keluarga. Saya juga masih ingin menikmati masa muda saya. Hhhh, setiap keputusan pasti ada sisi positif dan negatifnya masing-masing. Kita hanya bisa berusaha untuk meminimalisir dampak negative dan memaksimalkan sisi positif dari setiap keputusan yang kita ambil.

Sunday, March 18, 2012

Love in my World



“I have few best friends,  and I have parents”



I will describe all of them here..

My Friends.. DS and workmate.


DS adalah teman-teman saya dari jaman SMA yang masih labil sampe jaman sekarang yang saya namakan masa-masa pencarian jati diri. Mereka adalah Ithie yang sekarang lagi merantau di sebrang sana, well, kami selalu berdoa buat kebahagiaan kamu sayangss, ga ada yg bisa gantiin tempat seorang Ithie di DS. Sosok Ithie yang care, empati dan halus.. Hihihi, nanti di bawah tulisan ini ada kotak buat nulis uneg-uneg kog, jadi jangan merepet dulu sebelum baca ini sampe habis ya sayangss.. :* Mbicha yang baik, ga pernah marah, lugu dan menggemaskan.. ahahhaaa,, ga ada orang yang lebih menghebohkan dari cha cha kalo udah panik. Salwa yang selalu jadi Ibu di DS, boleh rena sebut Ibu asuh ga ya? hihii, tapi Salwa adalah calon Ibu yang baik buat anak-anaknya ya wa.. aminn. Devida a.k.a Depi, salah satu sahabat saya yang punya banyak pengalaman hidup juga, seru diajak ngobrol, rame, wise, secara keseluruhan bisa menjadi pendengar yang baik lah.. Achie, jujur sih saya baru bener-bener dekat setelah lulus SMA, mengingat dulu SMA saya adalah orang yang bener-bener ga perduli sama apa-apa, jarang bersosialisasi dan careless. Tapi yang saya tau sampai dengan hari ini, Achie adalah sahabat saya yang penyabar, pejuang, dan tidak mudah putus asa (kesannya kya pejuang jaman PKI gitu ya chie.. :D). Ina, kalo ini sih bgitu nulis namanya aja langsung kebayang sosok cungkring, itam, eh, sekarang udah agak putih, ga ada yg bisa ngalahin kalo udah ketawa, cerewet, apa adanya, tapi bener-bener bisa buat orang sadar sama kesalahannya kalo udah kenak ceramah sama si kuling ini. Mereka adalah sahabat-sahabat saya, kami ber-evolusi dari seorang remaja menjadi dewasa, bersama-sama. Dari seorang gadis pecicilan menjadi mbak-mbak kalem yang mulai diisi oleh pengalaman-pengalaman hidup yang saling dibagi satu sama lain. Semua itu akan jadi kenangan kita untuk masa yang akan datang ya ladies..




Workmate. Hampir semua temen kerja saya baik, pengertian, dan seru untuk diajak ngobrol. Tapi yang bertahan sampai saat ini, menerima kegilaan-kegilaan saya, keanehan saya dan smua hal dari diri saya, adalah Pili dan Irda. Mereka saya temukan di dua tempat yang berbeda. Pili, sahabat saya dari kantor konsultan. Pinter, pengertian dan complicated. Kami punya sifat yang hampir dibilang sama. Karena apa yang Pili rasakan, tanpa perlu pendeskripsian yang panjang lebar, saya juga bisa merasakannya. Apakah itu telepati? Bukan, bukan.. Itu saya gambarkan semacam naluri. Tidak ada ikatan apa-apa diantara kami, hanya perasaan saling memahami isi hati dan pikiran satu sama lain. Sejiwa tapi tidak seraga, begitulah kira-kira..hehe, ya ga neng Pili? Kami menemukan kesamaan ini ketika beradu argumen, bertukar fikiran dan menemukan bahwa ternyata kami lahir di bulan yang sama! Yeah, kami sama-sama memiliki jiwa analisis yang tinggi, bukan sombong tapi hampir semua hal yang kami analisis mendekati kata sempurna! Tim yang sangat solid memang. Tapi Pili memang partner analisis yang paling sempurna sampai dengan saat ini.




Irda. Pertemuan kami dimulai dari test masuk kerja. Hal yang pertama kali terlintas di fikiran saya ketika ketemu Irda bukan sebagai saingan, tapi seperti sosok lugu yang ga pantes untuk dijadikan saingan. Saya ingin berteman dengannya. Itulah hal yang terlintas di fikiran saya ketika saya berkenalan dengan Irda. Pada akhirnya kami menjadi teman satu kantor. Ada hal-hal di diri Irda yang tidak saya miliki. She complited me. Ketika saya panik menghadapi suatu keadaan, Irda dengan tenangnya memberi sudut pandang lain untuk menghadapi suatu masalah tanpa harus panik. Ya, Irda adalah sosok yang santai, tidak mudah panik dan tenang. Pernah suatu ketika kami harus dipisahkan, itulah saat-saat terberat saya. Saya tidak pernah berfikir akan kehilangan Irda di hari-hari saya. Tapi semakin hari, saya dikuatkan oleh sahabat-sahabat saya, bahwa Irda tidak benar-benar hilang dari kehidupan saya. Hanya intensitas pertemuan kami saja yang sedikit berkurang. Sampai saat ini, saya masih sangat dekat dengannya.

Semua sahabat-sahabat saya memiliki karakteristik tersendiri, alami dan tidak dibuat-buat. Itu sebabnya saya menyayangi mereka. Dan saya sangat bersyukur sampai hari ini mereka masih mau menjadi sahabat-sahabat terbaik saya yang bisa menerima semua sisi yang ada di diri saya.





Parents.. Should I say something about them?
Tidak ada orang tua yang tidak ingin anaknya bahagia. Hanya cara mereka untuk membahagiakan saja yang berbeda-beda. Orang tua saya memiliki cara mereka sendiri dalam hal membahagiakan. Saya masih terus mencoba memahami cara-cara mereka dalam hal membahagiakan itu. Mungkin saya terkesan brutal dan susah diatur, tapi jauh di dalam hati saya, saya juga menginginkan kebahagiaan mereka yang bersumber dari diri saya.
Saat ini saya 22 tahun, hidup dan tetap masih berusaha melakukan yang terbaik untuk orang lain. Semoga Allah masih memberikan saya kesempatan untuk membahagiakan orang-orang disekitar saya sebelum saya meninggalkan semuanya.